MASYARAKAT PRISMATIK

MASYARAKAT  PRISMATIK

        Fred W. Riggs mempergunakan dikotomi kelima dari Talcott Parsons sebagai konsepsi dasar untuk mengembangkan teorinya tentang masyarakat prismatik. Riggs membedakan antara “fused types of society” yang merupakan masyarakat yang utuh dan “diffracted types of society”yang ditandai dengan pembedaan dan pemisahan fungsi-fungsi yang lengkap.

         “Prototipe  masyarakat yang fused” adalah keluarga dan kelompok-kelompok kekerabatan yang kesatuan masyarakat tersebut dapat memenuhi hampir semua peranan dan fungsi.

         Pada masyarakat yang “diffracted” semua unsur mempunyai struktur yang spesifik. Dalam masyarakat yang demikian ini ada subsistem ekonomi, subsistem politik, subsistem pendidikan, subsistem  hukum, dan seterusnya, yang masing-masing mempunyai organisasi yang menjalankan fungsi dari tiap-tiap fungsi tersebut. Subsistem-subsistem tersebut memiliki derajat otonom tertentu, akan tetapi bersifat saling tergantung. Dengan kerangka ini Fred W. Riggs mengintroduksi konsepsi masyarakat prismatik  atau “prismatic society.”
       Menurut Fred W. Riggs masyarakat prismatik banyak dijumpai di Asia Tenggara oleh karena masyarakat-masyarakat  dimaksud menunjukkan praktik-praktik yang biasanya dilakukan masyarakat tradisional, padahal mereka merasa sudah mempergunakan norma-norma dan metode-metode dari masyarakat yang sudah maju (masyarakat modern).

       Kedua tingkatan ini dapat terjadi bersama-sama dalam suatu bangsa sehingga hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya ketegangan-ketegangan.


TEORI SOLIDARITAS SOSIAL (EMILE DURKHEIM)

Emile Durkheim adalah ahli sosiologi dan   mempunyai perhatian terhadap hukum.
Ia menyusun teori menggunakan metode empiris yaitu berdasarkan kenyataan-kenyataan dalam masyarakat. Durkheim mulai pada pertanyaan “ apa yang menyebabkan terjadinya masyarakat”. Bukankah setiap orang mempunyai kepentingan dan keinginan sendiri-sendiri ? Sekalipun demikian, mengapa mereka itu bisa hidup dalam ikatan kebersamaan ? Apa yang menyebabkan mereka terikat ke dalam satu kesatuan kehidupan ?

Durkheim menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut dalam bentuk “solidaritas sosial”. Menurut Durkheim, hal utama dalam kehidupan manusia adalah kehidupan bermasyarakat, bukan kehidupan perorangan. Baginya, yang pertama ada adalah kesadaran sosial, bukan individual.

Pada saat periode solidaritas itu belum terbentuk, yaitu pada saat hubungan antara orang-orang dalam suatu wilayah hanya bersifat kadang kala, maka di situ belum terbentuk masyarakat dengan pengaturannya yang terperinci.

Menurut Durkheim terdapat dua bentuk solidaritas sosial yaitu “mekanik” dan “organik”.

Solidaritas mekanik merupakan karakteristik dari masyarakat sederhana, yang di dalamnya dapat dijumpai pembagian kerja yang terbatas sekali. Ciri utama dari masyarakat tersebut adalah “kepaduan” dan “kesamaan antar orang”. Terdapat kesamaan dalam perbuatan-perbuatan, nilai-nilai dan cita-cita.

Solidaritas organik ditandai oleh pembagian kerja yang sudah maju. Semangat kolektif digantikan oleh individualisme yang berkembang dalam suasana kerja sama individual, pola hubungan didasarkan kepada konsep kebebasan dari setiap individu untuk merancang tindakannya

Untuk mengamati tipe-tipe solidaritas tersebut, Durkheim membutuhkan lambang yang bisa ditangkap secara indrawi dan dapat diukur. Lambang yang mencerminkan solidaritas soisal itu ditemukannya dalam HUKUM. Dalam hukum akan tampak wujud-wujud yang bisa ditangkap. Apabila hukum kuat, maka ia menuntun hubungan antar manusia menjadi kuat dan memberikan kesempatan kepada orang-orang berhubungan satu sama lain. Hubungan-hubungan antar orang dalam masyarakat ini berbanding proposional dengan peraturan-peraturan hukum.

Perbandingan antar hukum dan intensitas hubungan antara sesama anggota masyarakat tersebut oleh Durkheim dikemukakan dalam bentuk tipe-tipe hukum, yaitu 
“represif” dan “restitutif”

Tipe hukum represif   terdapat pada masyarakat dengan solidaritas sosial mekanik. Dengan demikian, tipe hukum represif tersebut merupakan suatu bentuk pengorganisasian masyarakat yang didasarkan atas pola kehidupan bersama yang kolektif, dengan keterikatan dan kesamaan yang besar di antara para anggotanya. Sebagai akibatnya, maka hukum yang dilahirkan adalah yang bisa menjamin dan mempertahankan sifat-sifat keterpaduan, kesamaan dalam nilai-nilai dan cita-cita.

Pengorganisasian kehidupan bersama tersebut, dapat dilakukan dengan cara membatasi kebebasan bergerak dan kemerdekaan untuk melakukan pilihan-pilihan anggota masyarakat. Di sini hukum harus lebih banyak bekerja dengan menggunakan ancaman-ancaman hukuman. Karena itu hukum represif (menindak) yang akan digunakan.

Dalam   solidaritas organik ditandai oleh menurunnya ikatan kolektivitas dan naiknya individualitas. Hubungan-hubungan lebih bersifat pribadi, yang tidak lagi terikat kepada pola kesamaan, melainkan terbuka untuk didasarkan atas rancangan-rancangan yang dibuat sendiri oleh para pihak yang berkehendak untuk melakukan hubungan. Keadaan ini akan tercipta pola pembagian kerja yang semakin maju. Hukum dituntut mampu menyediakan fasilitas yang mendukung kondisi tersebut. Peraturan-peraturan hukum harus menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut. Hukum harus memberikan kesempatan agar kebebasan dalam hubungan –hubungan antara para anggota masyarakat.

Pengorganisasian sosial seperti itu dilaksanakan dengan cara mendorong anggota-anggota  masyarakat untuk merencanakan hubungan-hubungan sendiri dan organisasi sekedar menjaga agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan di dalam lalu lintas sosial tersebut. Maka lahirlah tipe hukum “restitutif” yaitu yang hendak mengembalikan persoalannya kepada keadaan semula.


         

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prismatic Society - Masyarakat Transisi Fred W. Riggs

Sejarah Administrasi Pembangunan